Apa rasanya memenggal kepala manusia?
Muhammad Saad al-Beshi, seorang eksekutor hukuman qisas mengakui sempat
gugup pada saat pertama kali menjalankan tugas yang ia anggap mulia
tersebut. Rasa takut bercampur dengan cemas karena disaksikan banyak
'penonton'.
“Tahanan saat itu diikat dan
ditutup matanya. Dengan sekali tebas menggunakan pedang, saya memisahkan
kepalanya, yang jatuh menggelinding beberapa meter jauhnya,” kenang
Beshi tentang pemenggalan pertama yang dilakukannya.
Sebuah balada hidup seorang eksekutor
qisas yang terungkap ke publik adalah kisah Muhammad Saad al-Beshi. Di
Arab Saudi, nama Beshi cukup terkenal. Maklum saja, pria yang kini
berusia sekitar 50 tahun ini merupakan seorang eksekutor handal yang
dipekerjakan secara khusus oleh pemerintah Arab Saudi. Beshi, yang
direkrut jadi eksekutor sejak 1998, mengaku bangga dengan pekerjaannya
itu.
Bukan hal yang menakutkan
baginya meski harus menjalankan perintah memenggal kepala para terpidana
mati, tak terkecuali wanita. Padahal secara pribadi, al-Beshi merupakan
pribadi antikekerasan terhadap perempuan.
“Saya memang menentang kekerasan
terhadap perempuan. Namun, jika semua perintah (pemenggalan) datangnya
dari Tuhan, saya harus melaksanakannya. Saya bangga bisa melakukan
pekerjaan untuk Tuhan,” ujar Beshi seperti dikutip harian Arab News.
Berdasarkan hukum Islam yang
berlaku di Arab Saudi, hukuman mati pantas diberlakukan untuk seorang
pembunuh, pemerkosa, penyelundup narkoba, perampokan bersenjata dan
pengguna narkoba.
Selain diminta memenggal kepala
tahanan, tak jarang Beshi juga diminta menembak mati tahanan perempuan.
“Semua tergantung permintaan. Kadang mereka menyuruh saya menggunakan
pedang, kadang pula dengan senjata api. Namun, seringkali saya memakai
pedang,” ujarnya.
Ketika diwawancarai, Beshi
bekerja sebagai eksekutor di penjara Taif. Diantara tugasnya di sana, ia
harus memborgol dan menutup mata tahanan yang menghadapi hukuman mati.
Pernah, dalam sehari ia memenggal 10 kepala terpidana mati.
Betapapun kuat mental Beshi, toh
ia mengakui bahwa ketika pertama kali menjadi eksekutor di Jeddah, ia
sangat gugup. Pasalnya, banyak orang yang menyaksikan eksekusi itu.
Namun, kini Beshi telah mampu mengatasi 'demam panggung'-nya.
Kala itu, banyak saksi yang
muntah usai menyaksikan pemenggalan tersebut. Beshi mengaku tidak tahu
mengapa mereka ikut menyaksikan 'eksekusi' kalau tak tahan. Meski
menjadi peng-eksekutor kelas wahid di negaranya, Beshi menyebut tak ada
orang yang takut pada dirinya. Kehidupannya di masyarakat sama seperti
warga awam kebanyakan.
“Saya tetap memiliki banyak
saudara dan teman, terutama di masjid. Saya juga memiliki kehidupan
normal seperti kebanyakan orang. Tidak ada masalah dengan kehidupan
sosial saya,” tegasnya.